Tarakan Menjerit – Pergeseran Budaya

Tarakan menjerit adalah sebuah kritis tajam dari alam untuk manusia. Alam menjerit, menangis, bahkan berteriak pada manusia tetapi kita telah buta, kita telah tuli. Tarakan telah memasuki frase pergeseran budaya, frase yang mengarah pada hilangnya budaya asli suatu bangsa.

Tarakan Menjerit !! Di antara debu dan polusi udara di Kota Tarakan tampak seperti miniatur kota metropolis. Kompleksitas permasalahan di Tarakan semakin bertambah layaknya kota-kota besar di Indonesia. Hal ini mungkin tak terhindarkan lagi, sebagai mana pemuda dan pemudi yang terlepas dari budaya asli mereka. Hal ini sering juga di sebut akulturasi budaya alias Budaya Yang kebablasan, ironisnya lagi, hal ini telah menjadi trend baru pemuda-pemudi. Bagi mereka yang tak mengikuti perkembangan di anggap culun alias katrok itulah istilah yang digunakan mereka untuk menjuluki mereka yang masi selamat dari akulturasi budaya ini.

Tarakan menjerit..
di antara puing-puing sisah penjajahan
aroma prostitusi semerbak layaknya melati di malam hari
Tarakan menjerit..
di antara rumah-rumah ibadah
pemuda pemudi berpesta pora tanpa busana adatnya

Tarakan menjerit
tak dengarkah wahai pamuda Tarakan
tuli kah sudah telinga kalian pemudi Tarakan
tak mendengar Tarakan Menjerit..

Jeritan itu lambat laun menjauh seiring datangnya fajar
Jeritan itu pergi dengan memikul keputus asaan di pundaknya
Jeritan itu berlalu tanpa ada yang tau
atau mungkin mereka tak mau tau…
bahwa Tarakan Menjerit…..

Leave a comment